PEMIMPIN YANG MEMPERHATIKAN RAKYAT (2)
Setiap pemimpin amat dituntut untuk memperhatikan rakyatnya. Kendati demikian, bukan hanya memperhatikan dalam arti sekadar tahu keadaan rakyat, melainkan bila diketahui mereka memerlukan bantuan, seorang pemimpin harus bisa menunjukkan tindakan nyata bagi upaya mengatasi persoalan yang dihadapi rakyatnya itu. Dalam kaitan ini, Umar bin Khattab merupakan seorang khalifah yang amat memperhatikan rakyat.
Ketika Khalifah Umar sedang berjalan ke berbagai daerah pada malam hari bersama pembantunya, Aslam, sampailah beliau ke wilayah Hurrah Waqim, tepatnya di daerah Sharar, tak jauh dari Madinah. Keduanya melihat cahaya api yang terpancar dari suatu tempat dan segera mendatanginya.
Ternyata, ada serombongan kafilah yang kemalaman dan kedinginan di tempat itu. Di sana tampak seorang wanita bersama anak kecilnya tengah menyalakan api untuk memasak sesuatu, sedangkan anaknya itu menangis tiada henti. Umar mengucapkan kepada wanita itu, "Assalaamu'alaikum wahai pemilik cahaya."
Setelah mendapat jawaban, Umar bertanya, "Bolehkah aku mendekat?"
"Mendekatlah dengan niat yang baik. Bila tidak, sebaiknya engkau menjauh," jawab wanita itu.
Umar kembali bertanya, "Mengapa kalian ada disini?"
"Kami terjebak malam dan cuaca amat dingin," jawab wanita itu lagi.
"Ada apa dengan anakmu sehingga ia terus menangis tiada henti?."
"la lapar," jawab wanita itu jelas.
"Apa yang akan engkau masak?" tanya Umar lagi.
"Hanya air yang akan aku rebus, sekadar untuk mendiamkannya dari menangis sampai ia tertidur. Allah beserta kita dan beserta Umar," jawab wanita itu lirih.
"Allah merahmatimu. Bagaimana Umar bisa mengetahui kalian?" Tanya Umar lagi. Wanita itu memang tidak tahu kepada siapa ia sedang berbicara.
"Umar mengurus urusan kami, tapi ia melupakan kami," Keluh wanita itu.
Umar segera meninggalkan wanita dan tempat itu. la kembali ke rumah dalam kondisi yang sedemikian lelah dan ngantuk. Akan tetapi, ia justru pulang tidak untuk tidur, melainkan masuk ke dalam gudang. Di sana ia mendapati ada sekarung gandum dan sekantong daging berlemak. la lalu memanggulnya untuk dibawa ke kafilah tadi.
Sesampai di tempat itu, Umar segera membuka karung gandum, mengeluarkan sebagian isinya, dan menyuruh wanita itu. "Aduklah dan biarkan aku yang menyiapkan sup lemak ini."
Umar meniup api dibawah panci sehingga jenggotnya yang lebat nampak berasap. Hal itu terus dilakukan sampai supnya betul-betul matang sehingga siap dihidangkan kepada anak-anak dan rombongan kafilah tersebut.
Setelah semuanya merasa kenyang dan bisa ber-istirahat secara lebih baik, wanita itu lalu mengucapkan terima kasih dan berdoa, "Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Dengan melakukan hal ini, engkau lebih utama daripada Umar."
Akan tetapi, setelah belakangan ia tahu bahwa yang berbuat itu sebenarnya Khalifah Umar, maka ia pun menjadi malu dan merasa bersalah karena telah memberi penilaian yang buruk kepada Khalifah yang mulia tersebut.
Apa yang dilakukan Umar sebagai Khalifah merupakan bukti bahwa ia begitu besar memberi perhatian dan kasih sayang kepada rakyatnya. Tanggapan atas tuduhan miring kepada seorang pemimpin tidak dijelaskan dengan kata kata, melainkan justru dengan langkah nyata yang dengan sendirinya menghapus anggapan negatif kepada dirinya itu.
Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah:
1. Seorang pemimpin sejati tidak sibuk membangun citra diri dengan pendapat sekalipun mendapat tuduhan yang baik.
2. Bekerja melayani rakyat meskipun pada hal- hal yang sangat teknis sekalipun amat penting untuk dilakukan seorang pemimpin.
Oleh: Drs. H. Ahmad Yani