Ensiklopedia

Keterangan ringkas & tepat mengenai pelbagai ilmu!

 

ISLAM DAN PERTARUNGAN IDEOLOGI DUNIA

“Pensil mengenai Diri menuliskan seratus hari-hari ini, guna mencapai fajar suatu hari esok. Apinya membakar seratus Ibrahim, sehingga sebuah lampu Muhammad dapat diyalakan.”

—Muhammad Iqbal—

Islam merupakan agama yang nilai aksiomatiknya paling berpengaruh terhadap pemeluknya. Ia tidak hanya dijadikan sebagai ritual keagamaan, tidak hanya dijadikan sebagai way of life, tetapi juga sebagai ideologi atau pemikiran yang sepanjang sejarahnya, telah membuktikan dirinya sebagai suatu kekuatan yang berkali-kali terus memperbarui dirinya sendiri.

Islam membuktikan bahwa ia berhasil hidup kembali dari mati suri yang dikatakan oleh para pengamat Barat—seperti Marshall Hodgson dan Albert Hourani—sebagai “lonceng kematian pandangan dunia Islam”, Ideologi Islam menggerakkan organisasi-organisasi sempalan, partai-partai politik, serta gerakan-gerakan masyarakat dan keagamaan. Ideologi ini terbukti memiliki ketahanan kuat, menolak dengan realitas nyata atas anggapan bahwa ia tak dapat bertahan terhadap modernitas.

Teori Kebangkitan Islam

Dalam memahami fenomena bangkitnya ideologi atau pemikiran Islam, terdapat istilah revivalisme Islam atau Islamic resurgence. Dalam buku Politik Kebangkitan Islam (2001) yang dieditori oleh Shireen T. Hunter, tersirat bahwa revivalisme Islam adalah suatu gerakan yang menginginkan adanya pengidentifikasian kembali atau membangkitkan kembali jati diri yang sudah melemah atau bahkan hilang.

Revivalisme Islam kontemporer muncul karena satu faktor utama, yaitu merosotnya moral dan perilaku umat Islam yang disebabkan oleh terutama: adanya sekulerisasi dan westernisasi.

John L. Esposito dalam Ancaman Islam: Mitos atau Realitas? (1994), juga menjelaskan bahwasannya kebangkitan Islam itu muncul karena pandangan Barat—yang hadir di negeri-negeri muslim—terhadap umat Islam sebagai suatu masyarakat yang anti-modernitas dan dengan demikian merupakan rintangan bagi kemajuan sosial dan politik.

Oleh sebab itu, mereka “membantu” peradaban muslim dengan melakukan sekulerisasi, marginalisasi nilai-nilai Islam dan meredupkan aktivitas orang Islam sebagai suatu umat, agar dapat mewujudkan perubahan yang mereka anggap sesuai dengan modernitas.

Akan tetapi, kata Esposito, pada kenyataannya, para ulama dan aktivis gerakan revivalis Islam justru memanfaatkan teknologi modern untuk menggerakkan dukungan massa dan menyampaikan pandangan dan pesan-pesan kepada umat Islam, baik dalam skala nasional maupun transnasional.

Mereka berhasil membangun kekuatan dari dalam sehingga Islam menjadi penting kembali. Islam mendapatkan kembali prestige dan harga dirinya. Mereka menunjukkan bahwa umat Islam tidak anti modernisasi. Di lain pihak, menurut Chandra Muzaffar dalam esai “Kebangkitan Islam: Suatu Pandangan Global dengan Ilustrasi dari Asia Tenggara”, kebangkitan Islam sering dipandang sebagai ancaman bagi mereka yang memegang nilai lain. Islam sebagai alternatif, dianggap tantangan terhadap sistem sosial yang dominan pada saat ini.

Beberapa Contoh Ketahanan Ideologi Islam

Sejak invasi peradaban Barat ke negara-negara muslim di Asia-Afrika sejak abad ke-15 hingga 20, serta runtuhnya Khilafah Ustmani pada 1922 akibat kekalahan dalam Perang Dunia I, umat Islam kehilangan kepercayaan diri terhadap tatanan hidup dan sistem nilai yang bersumber dari agamanya.

Kesultanan-kesultanan dan khilafah yang berdiri selama berabad-abad, runtuh tak kuasa menangkal serbuan peradaban Barat. Rakyat di negeri-negeri Asia-Afrika didiktekan apa yang baik untuk mereka, apa yang disebut dengan modernitas, apa yang disebut dengan moral yang beradab, apa yang disebut dengan toleransi, dan apa yang disebut dengan pemerintahan yang baik. Semuanya berdasarkan pengalaman dan sudut pandang Barat.

Ketahanan ideologi Islam dapat kita temukan di berbagai negara, mulai dari Turki, wilayah-wilayah Maghribi hingga Indonesia. Pada 1970, revolusi Islam Iran berhasil menumbangkan rezim Shah. Adalah Imam Khomeini, pemimpin spiritual di Iran yang menjadi tokoh sentral yang mampu menggerakkan massa menuju revolusi.

Dua dekade kemudian, milisi-milisi jihad yang bersatu dibawah Komando Aksi Jihad Gabungan Afghanistan, berhasil menumbangkan rezim komunis dan mendirikan negara Republik Afghanistan yang berlandaskan Islam. Keberhasilan yang sama juga terjadi di Pakistan dan Checnya.

Di lain pihak, kita juga dapat menemukan gerakan revivalis atau Islamic resurgence yang berhasil membawa warna hijau di ladangnya masing-masing. Pada abad ke-18, terdapat tokoh Muhammad Abdul Wahhab yang sukses menyebarkan pahamnya—purifikasi konservatif yang biasa disebut dengan wahhabisme—di Saudi Arabia, dan Shah Waliyullah yang membawa gagasan penafsiran kembali Islam yang progresif di India.

Kemudian pada abad ke-19, empat tokoh besar dalam sejarah telah menaikkan prestige dan reidentifikasi umat Islam ke tingkat yang lebih baik dari masa sebelumnya, yakni Sayyid Muhammad bin Ali al-Sanusi di Libya, Jamaluddin al Afghani. Muhammad ‘Abduh dan Rasyid Ridha di Mesir, dan Mulla Hadi Sabziwari di Iran.

Di abad ke-20, revivalisme Islam kembali mendapatkan momentumnya melalui pemikiran dan gerakan Hasan al Banna, Sayyid Hawa, dan Sayyid Quthb di Mesir. Ketiganya merupakan think tank gerakan Ikhwan al Muslimin, sebuah organisasi Islam terbesar di dunia yang ada di 70 negara dengan nama yang berbeda.  Kemudian Badiuzzaman Said Nursi di Turki, ABIM (Angkatan Belia Islam Malaysia) dan Darul Arqam di Malaysia, serta Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah-nya dan Gerakan Tarbiyah di Indonesia.

Ideologi Islam: Renewing Itself

Ideologi Islam berhadapan dengan loyalitas-loyalitas  baru yang muncul di setiap zaman. Ia pernah berhadapan dengan penguasa dan kelompok-kelompok yang meminggirkannya, bahkan memusuhinya dalam lingkup publik. Akan tetapi, ideologi ini selalu muncul kembali sebagai salah satu penentu loyalitas serta identitas masyarakat yang paling signifikan di dunia Islam. Atheisme, sekulerisme, liberalisme, komunisme, materialisme, nyatanya tidak berhasil menembus benteng keimanan dan kecintaan banyak muslim terhadap ideologi Islam, hingga kini.

Ideologi Islam muncul dalam berbagai tipe. Ia diperbarui kembali, menjelma menjadi sebuah gerakan kembali, menjawab tantangan zaman kembali, dan berpengaruh kembali. Ideologi ini didekap mulai dari yang menafsirkan Al-Qur'an secara dangkal, hingga yang telah mencapai ma'rifat dalam kesufian. Ideologi ini tahan dari kelapukan, menyalahi tanggapan seorang orientalis yang mengatakan "Islam seharusnya berada di museum".

"Ideologi tak hanya sekadar abstrakis yang dicari di belahan otak mana pun, di lipatan kulit mana pun, dan di sel darah mana pun, tidak akan ditemukan. Ideologi itulah nyata yang lebih nyata daripada tinta. Nyata dalam darah yang tumpah di setiap peperangan. Nyata dalam kejatuhan-kejatuhan. Nyata dalam teriakan revolusi dari timur hingga barat. Nyata dalam pertemanan dan permusuhan."

Sumber: alfalahmadani.my

Written by Admin
Category: Peradaban
Hits: 225

SEJARAH KOTA IRAM MELALUI BEBERAPA PENELITIAN DAN SUMBER MUSLIM DAN BARAT.

Pandangan pertama, lokasi keberadaan kota Iram masih dikenalpasti berada di kawasan antara sempadan Yaman dan Oman atau berada di kawasan lingkungan Quarter Empty atau Rub al-Khali yang meliputi kawasan Arab Saudi, Oman dan Yaman.

1. Di dalam buku ‘Muqaddimah’ karya Ibnu Khaldun, bapa sejarawan Islam, beliau menyatakan tentang sejarah kota Iram.

Ad adalah seorang pemimpin Kerajaan Ad dan dia mempunyai dua orang anak bernama Shadid dan Shaddad. Setelah kewafatan Ad, Shadid menaiki takhta tetapi tidak bertahan lama lalu beliau pun meninggal dunia. Kerusi pemerintahan Kerajaan Ad diserahkan kepada putera kedua, Shaddad. Raja Shaddad pernah mendengar tentang kewujudan dan keindahan syurga lalu baginda berhasrat untuk membina syurga di sebuah tempat, maka Iram menjadi lokasi yang sesuai kerana ianya adalah pusat perdagangan antarabangsa.

Raja Shaddad pun memulakan projek membina dan menghiasi kota Iram dengan pelbagai struktur bangunan, kediaman dan kebun-kebun bunga serta buah-buahan selama 300 tahun lamanya (umur Raja Shaddad melangkaui 900 tahun). Raja Shaddad berkeinginan untuk menjadikan kota Iram sebagai pusat pentadbirannya setelah ia siap sepenuhnya.

Kota ini dibuat daripada emas, perak dan permata dan dibentengi dengan benteng pertahanan yang sangat kuat daripada serangan musuh. Pada fasa-fasa pembinaan inilah, ramai pengunjung dan pedagang datang dari luar untuk berjualan di sini. Para penduduk di kota ini menjadi semakin kaya-raya.

Tetapi, dalam mereka mengejar harta dunia, mereka juga semakin lupa dengan Allah swt. Zaman pun berlalu. Kota Iram pun siap sepenuhnya. Raja Shaddad bersama rombongan kerajaannya bertolak dari istana menuju ke kota Iram. Ketikamana lagi satu hari satu malam jarak perjalanan, baginda mendapat khabar bahawasanya kota Iram telah dimusnahkan oleh Allah swt. Catatan ini direkodkan oleh at-Thabari, at-Tha’alibi dan az-Zamakhshari.

2. Di dalam buku bertajuk ‘The A to Z of Prophets in Islam and Judaism’ oleh Scott B. Noegel dan Brannon M. Wheeler:

Kota Iram merupakan kota yang disebutkan di dalam Quran dalam kisah Nabi Hud a.s. Beberapa sumber menyatakan Iram membawa maksud sebagai sebuah nama kaum, bukannya nama sebuah kota. Nama kota kaum Ad pada masa itu adalah Dhat al-Imad.

Pendapat seterusnya mendakwa Iram merupakan nama gelaran sebuah kawasan, Tanah Iram. Kota ini dikatakan berdiri teguh selama 500 tahun lamanya sebelum ianya dimusnahkan Tuhan. Hasil binaan bangunan-bangunan kota ini terdiri daripada emas, perak dan batu permata yang ditambang oleh mereka. Kekayaan kota ini menjadikan mereka sebagai peradaban yang ditakuti oleh musuh di sekitarnya. Kerana itulah, kajian di Barat mengelarkannya sebagai Atlantis of the Sands atau Iram of the Pillars.

3. Di dalam buku ‘Religious Tourism in Asia: Tradition and Change Through Case Studies and Narratives’ disunting oleh Shin Yasuda, Razaq Raj dan Kevin Griffin:

Kota Iram terkenal sebagai kota penting komersial dalam perdagangan antara wilayah-wilayah lain. Raja atau pemerintah Iram, mempunyai akses yang sangat luas dalam mendapatkan bekalan emas, perak dan batu-batu pertama dari seluruh kawasan dalam projek pembinaan dan pengindahan kota tersebut. 

4. Melalui buku ‘Sejarah Arab Sebelum Islam: Geografi, Iklim, Karakteristik dan Silsilah’ oleh Dr. Jawwad Ali:

Yaqut al-Hamawi, ahli geografi Muslim terkenal, menyatakan tanah Wabar merupakan bekas runtuhan kota Iram berdasarkan keadaan geografinya di sana iaitu sebuah gunung berpasir bernama Gunung Aj’a yang mudah didaki oleh unta dan di puncak gunung pasir ini tempat tinggalnya kaum Ad dan terletaknya kota Iram. Yaqut al-Hamawi pula mendakwa kaum Ad dan kaum Iram adalah dua jenis kaum yang berbeza. Di sini terdapat banyak batu yang dipahat dengan lukisan-lukisan.

Tetapi, para peneliti lain menolak dakwaan Yaqut berkaitan perbezaan kaum Ad dan kaum Iram adalah berbeza walhal Ad adalah nama kaum dan Iram nama sebuah kota atau kawasan yang didiami oleh mereka.

5. Di dalam buku ‘Journey to the End of Islam’ oleh Michael Knight, dinyatakan:

Kota Iram atau Ubar merupakan ibukota kaum Ad pada 3,000 SM. Arab Saudi menyatakan kawasan Rub al-Khali (Empty Quarter) merupakan bekas hentaman meteor zaman purba. Kawah meteor ini dikenali sebagai kawah Wabar. Dan kawasan hentaman inilah didakwa sebagai tapak kota Iram. Peradaban mereka dihancurkan oleh sebuah meteor dari langit yang berkelajuan 40,000-70,000 km/jam yang seberat 3,500 ton.

Meteor ini terpecah kepada empat bahagian setelah memasuki ruangan atmosfera sebelum menghempas kota Iram. Impak hentaman ini disamakan seperti impak bom atom yang dijatuhkan di kota Hiroshima, Jepun pada Perang Dunia Kedua.

Tetapi dakwaan mengenai hempasan meteor dan kemusnahan kaum Ad tidak sama sekali sama kerana meteor ini dikatakan terhempas pada 250 tahun yang lalu, terlalu jauh dari zaman kaum Ad. Padahal, Ranulph Fiennes, penulis buku ‘Atlantis of the Sand’ mengatakan kaum Ad hancur disebabkan azab dari bencana alam.

Daripada bab ini, kota Iram digambarkan berada di sekitar kawasan Rub al-Khali, Arab Saudi-Oman-Yaman. Gambaran jelas menyatakan keluasan kota ini menyamai keluasan oasis tersebut. Sebuah benteng pertahanan yang dilengkapi oleh menara pengawal dibina mengelilingi kota dan dijelaskan menara-menara ini terlalu banyak sehinggakan ianya digelar ‘Iram of the Pillars’ atau dalam Quran ‘Iramazatil i’mad’, kota tiang.

Kekayaan kota ini didasari daripada kebijakan pemimpin Ad yang menjadikan ia sebagai sebuah kota eksport-import di selatan Arab. Pada masa ini, kota Iram merupakan satu-satunya kota yang berdiri di sini sebelum kemunculan kota Hegra di utara Arab.

Kaum Ad merupakan saudara jauh kaum Thamud. Kemahiran kaum Ad dalam membina bangunan yang besar dan kota diaplikasikan oleh kaum Thamud sesudahnya. Hasil bekalan emas, perak dan permata yang diterima sebagai barang rampasan atau jualan di kota tersebut dijadikan sebagai perhiasan memperindahkan kota syurga impian Raja Shaddad.

Tetapi malang sekali, kota megah ini tidak mampu bertahan lama apabila Allah swt menghantar puting beliung dan angin ribut yang kuat yang memusnahkan segala kemegahan mereka sehingga menjadi debu tanpa jejak. Selain Rub al-Khali, para peneliti juga menemui lokasi kedua yang disyaki mempunyai hubungan dengan kota Iram, iaitu kota Shisr di negara Oman.

KOTA IRAM: WUJUDKAH ‘ATLANTIS OF THE SANDS’ ATAU HANYA SEKADAR DONGENG QURAN?

Pada pandangan kedua, sebuah tapak kota kuno yang ditemui di daerah Shisr, Oman disyaki sebagai tapak kota Iram melalui beberapa penemuan yang mempunyai hubungan dekat dengan peristiwa dan kesan kejadian yang berlaku pada zaman Nabi Hud a.s.

1. Di dalam buku ‘The Rough Guide to Oman’ oleh Gavin Thomas:

Legenda kewujudan kota Ubar (Wubar), dikaitkan dengan kota Iram kaum Ad. Catatan fakta mengenai penemuan bekas runtuhan kota Iram pertama kali dicatatkan oleh seorang pengembara dari Eropah, Bertram Thomas di dalam catatannya, Arabia Felix, yang mendakwa telah menemui runtuhan tapak kota tersebut di sekitar kawasan berdekatan Rub al-Khali pada tahun 1930. Ketika dalam perjalanan ke utara Shisr, beliau melihat sebuah jalur jalan yang sangat baik terkambus di bawah debuan pasir.

Setelah dakwaan ini dikemukakan pada umum, ramai para arkeologi dan pemburu harta karun cuba menjejak kota Iram tersebut dari tahun 1930 sehingga 1940 tetapi usaha mereka membuahkan hasil yang nihil. Teka-teki jalanraya kota Iram menjadi misteri sehinggalah pada tahun 1980, seorang pengarah dari Amerika Syarikat juga seorang sejarawan profesional, Nicholas Clapp menggunakan teknologi imbasan radar HD yang terdapat di US Space Shuttle untuk mencari jalanraya yang didakwa oleh Bertram.

Dari tahun 1980 sehinggalah ke tahun 1990, akhirnya Nicholas Clapp, pengembara Britain Ranulph Fiennes dan ahli arkeologi Juris Zarins berjaya menyatukan kesemua klu-klu yang ditemui dari imbasan satelit tersebut. Setelah lapan belas bulan mereka berkhemah di kawasan ini, akhirnya mereka menemui tapak kota perdagangan berdekatan dengan daerah Shisr.

Penemuan ini menjadi tergempar di serata dunia dan menjadi tajuk utama pada tahun 1992 oleh media dan akhbar. Walaupun penemuan ini adalah penemuan yang berharga, tetapi mereka tidak mendakwa ianya tapak kota Iram atau Ubar kerana kekurangan data dan rekod. Nicholas Clap menuliskan tentang pengembaraan dan catatan sepanjang dalam ekpedisi mencari kota Iram di dalam buku bertajuk ‘The Road to Ubar: Finding the Atlantis of the Sands’.

Penemuan arkeologi di daerah Shisr, Oman membuktikan kebenaran Quran. Kota Iram merupakan kota yang dikelilingi oleh benteng pertahanan dan tiang yang dimaksudkan tersebut merupakan menara-menara pengawal yang mengelilingi kota.

Kota Iram didakwa dibina mengelilingi sebuah oasis di Rub al-Khali dan dikatakan jumlah penduduk tetap di kota tersebut adalah seramai 150 orang dan dikelilingi oleh 3,000 khemah yang disediakan untuk para pedagang dan pengunjung dari luar. Menara-menara ini dibina sepanjang perjalanan di jalur darat dari kota Iram melintasi kerajaan Ad. Kemungkinan tapak kota Shisr adalah sebahagian daripada kota Iram ataupun kota Shisr merupakan kota pembuka menuju ke kota Iram.

Mengikut rekod arkeologi pada tahun 1992 tersebut di kawasan Shisr, mereka telah menemui benteng pertahanan setebal 90 cm yang dilengkapi lapan buah menara pengawal, sebuah perigi air kuno dan pembakar kemenyan yang diperkirakan bertarikh 1000 SM dan 900 M sehingga 1400 M yang lalu dan penemuan barangan tembikar yang berunsurkan seni halus buatan dari Rom, Syria dan Yunani.

Dikatakan, maksud ‘Iram of the Pillars’ boleh merujuk kepada dua makna, iaitu ‘tiang’ ataupun ‘menara’.

2. Pada tahun 2007, ahli arkeologi, Juris Zarins yang meneliti tentang Iram menyatakan teori ‘sinkhole’ dalam ‘Southern Arabian Desert Trade Routes, Frankincense, Myrrh and the Ubar Legend’:

Kajian di tapak kota Shisr mendapati berkemungkinan kota tersebut terbenam di bawah padang pasir disebabkan terlalu banyak saluran air dan perigi yang dibina disekeliling kota. Tanah yang tidak dapat menampung struktur bangunan yang terlalu banyak menyebabkan sebahagian kota ini runtuh menyembah bumi. Teori ini berkemungkinan diterima kerana di dalam surah al-Ahqaf ayat 24 di atas:

“…yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa”.

Tetapi kalau diikutkan, lokasi kota Shisr dan Rub al-Khali terlalu jauh. Sekiranya kejadian ‘sinkhole’ berlaku di daerah Shisr sahaja, adakah ianya berimpak sehingga ke kota Iram di Rub al-Khali? Atapun adakah daripada kesan ‘sinkhole’ di Rub al-Khali memberikan impak terhadap kawasan di sekeliling termasuk kota Shisr?

Walaupun kajian ke atas kota Iram dan lokasi sebenarnya yang masih diteroka, tetapi kebanyakan para ilmuwan bersetuju tentang keberadaan lokasi kota ini yang masih tersembunyi dibawah padang pasir diantara negara Oman dan Yaman pada hari ini. Kewujudan kota Iram tidak mampu disangkal oleh mana-mana pihak termasuk bagi orientalis Barat.

3. Majalah National Geographic (edisi 154) yang dicetak pada Disember tahun 1978, menyatakan kota Iram sememangnya wujud berdasarkan dari kitab Quran sepertimana kewujudan kota Sodom dan Gamorrah.

Maka, kota Iram yang terkenal dengan gelaran Atlantis of the Sands pada suatu ketika dahulu, bukanlah sebuah kisah dongeng Quran mahupun karya Nabi Muhammad saw, bahkan ianya sebuah kota yang pernah dibina oleh sebuah peradaban manusia. Penemuan tapak kota purba Shisr di Oman, menyakinkan lagi untuk ahli arkeologi mengkaji dan menjejak peradaban kaum Ad secara lebih mendalam. Selagimana belum ditemui, mereka pasti akan mencarinya.

Akhir kalam, daripada kisah daripada Al-Quran mengenai kemusnahan kaum Ad, kita dapat melihat bagaimana kota Iram yang dijadikan sebagai kota perdagangan yang berfungsi sebagai pusat pertukaran barang dagangan oleh kaum Ad yang memiliki pelbagai kemudahan, pengaruh dan pertahanan, akhirnya hancur dibenam ke dalam padang pasir oleh Allah swt dalam tempoh masa 8 hari 7 malam sahaja.

Kaum Ad yang telah diberi peluang oleh Allah swt untuk menyembahnya setelah diberikan pelbagai kenikmatan dunia tidak mampu diselamatkan dengan kesombongan dan kekafiran mereka dalam menyekutukanNya. Pengajaran yang sudah dikhabarkan tidak didengar, malahan ianya memakan diri. Keagungan kota Iram dan kemegahan kaum Ad ditamatkan oleh Allah swt dan peninggalan mereka masih tidak diketahui keberadaannya. Ianya masih kekal menjadi sebuah tanda tanya kepada umat manusia.

JIJI AZIZAN

Sumber: thepatriots.asia

Written by Admin
Category: Peradaban
Hits: 228

IRAM-KAUM AD NABI HUD: ATLANTIS PADANG PASIR

Kota Iram disebutkan sekilas dalam al-Quran. Menurut legenda Arab, Iram adalah replika syurga di bumi, yang dibuat Raja Syaddad, putra 'Ad, untuk menandingi syurga hakiki di langit. Seperti di syurga, di Iram terdapat begitu banyak istana megah, taman, kolam, sungai, dan lainnya, yang dibangun dari batu-batu mulia, misalnya emas, perak, yaqut, zabarjud, dan mutiara. Namun, setelah selesai, Raja Syaddad belum sempat melihat hasilnya kerana telah meninggal dunia dalam perjalanan menuju ke sana. Tak ada yang berhasil menemukan atau mencapai Iram, hingga sebuah nubuat menyebut bahwa pada akhir zaman akan ada seseorang yang menemukan kota itu

Orang itu adalah seorang badui bemama lbnu Qulabah yang hidup pada masa Khalifah Dinasti Umayyah Mulawiyah bin Abi Sufyan, Disebutkan, ia dan untanya tersesat di Gurun Sahara, lalu sampai di sebuah reruntuhan kota kuno yang gambarannya sama dengan yang ia ketahui dari legenda nenek moyangnya Mu'awiyah pun memanggilnya dan memintanya menceritakan apa yang la lihat dan bawa dari sana. Informasi itu lalu Mu'awiyah tanyakan kepada Ka'ab al-Ahbar yang tahu betul legenda legenda kuno Arab. Ka'ab pun memastikan bahwa itulah Iram legendaris yang hilang!

Setelah peristiwa banjir besar (The Great Flood) yang melanda bumi pada zaman Nabi Nuh a.s maka lahirlah beberapa keturunan daripada anak-anak baginda. Keturunan mereka menyebar di serata dunia dan salah keturunan yang menjadi lokasi diutuskan nabi seterusnya, iaitu Nabi Hud a.s kepada kaum Ad adalah berlaku di kota Iram yang terkenal dengan sebutan kota legenda ‘Atlantis of the Sands’, yang terhapus peradabannya daripada catatan sejarah.

Diantara ayat-ayat yang mengisahkan tentang Nabi Hud a.s bersama peradaban Ad:

  • Al A’raf 25-72.
  • Hud 50-60.
  • Al Mu’minun 31-41.
  • Asy Syu’ara’ 123-140.
  • Fushilat 15-16.
  • Al Ahqaf 21-25.
  • Adz Dzariyat 41-42.
  • An Najm 50-55.
  • Al Qomar 18-22.
  • Al Haqqah 6-8.
  • Al Fajr 6-14.

DALIL QURAN KISAH NABI HUD A.S DAN KAUM AD

Nabi Hud a.s tinggal di negara Yaman, di sebuah tempat yang bernama Al-Ahqaaf (bukit-bukit berpasir). Di sana kaum Ad yang pertama berketurunan sampai kepada Nabi Nuh a.s. Mereka tinggal di rumah-rumah yang memiliki tiang-tiang yang besar sepertimana dalam surah al-Fajr ayat 7 sehingga 8:

7: (Iaitu) penduduk Iram (ibu kota tempat tinggal kaum Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi (tiangnya).

8: Yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain.

Kaum Ad bukan sahaja membina rumah dan bangunan yang tinggi-tinggi, bahkan mereka membina benteng pertahanan untuk melindungi kota mereka daripada serangan musuh sepertimana di dalam surah as-Syu’ara ayat 128 sehingga 129:

128: Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi bangunan untuk bermain-main (bermewah-mewah).

129: Dan kamu membuat benteng-benteng dengan maksud agar kamu kekal (di dunia).

Bukti kaum Ad adalah bangsa yang kuat setelah hancurnya bangsa Nabi Nuh a.s, sepertimana dinyatakan oleh Allah swt dalam firmannya surah al-A’raf ayat 69:

69: Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) setelah lenyapnya kaum Nuh, dan Allah telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah agar kamu mendapat keberuntungan.

Kaum Ad yang terkenal dengan peradaban yang tangguh, sering menang dalam apa-apa pertempuran ke atas para musuh dari wilayah atau kerajaan lain. Kaum Ad disuburkan dengan keturunan yang ramai. Selain kepakaran mereka dalam menbina bangunan atau benteng dan penyusunan pasukan tentera, mereka juga berkembang dalam bidang agrikultur dengan menanam pelbagai jenis tanaman selain mengembala haiwan domestik sepertimana di dalam surah as-Syu’ara ayat 130 sehingga 134:

130: Dan apabila kamu menyiksa, maka kamu menyiksa sebagai orang-orang yang kejam dan bengis.

131: Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.

132: Dan bertakwalah kepada Allah yang telah menganugerahkan kepadamu apa yang kamu ketahui.

133: Dia telah menganugerahkan kepadamu binatang-binatang ternak dan anak-anak.

134: Dan kebun-kebun dan mata air.

Walaupun kaum Ad telah mencapai tahap keemasan dalam peradaban mereka, tetapi mereka tetap menyekutukan Allah swt sepertimana kaum Nabi Nuh a.s. Nabi Hud a.s diutuskan Allah swt ke atas bangsanya untuk mengajak mereka meninggalkan penyembahan kepada berhala dan menyembah Allah swt semata-mata. Kisah seruan Nabi Hud a.s ke atas umatnya diungkap di dalam surah al-A’raf ayat 65 sehingga 68.

Nabi Hud a.s berseru:

65: Wahai kaumku! Sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan yang berhak disembah bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya.

Dan kaum Ad membalas seruan baginda:

66: Sesungguhnya Kami benar-benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang-orang yang berdusta.

Nabi Hud a.s tetap tidak berputus asa dalam menyeru dakwah kepada umatnya:

67: Wahai kaumku! Tidak ada padaku kekurangan akal sedikit pun, tetapi aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam.

68: Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu.

Kaum Ad semakin menjadi sombong dan menolak segala seruan baginda. Mereka menjadi lebih keras dan mengelarkan Nabi Hud a.s sebagai orang yang gila. Di dalam surah al-Hud ayat 53 sehingga 54:

53: Wahai Hud! Kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami kerana perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu.

Dan mereka dengan berani mengatakan bahawasanya Nabi Hud a.s telah menjadi gila disebabkan menolak sembahan kaum Ad:

54: Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebahagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila ke atas dirimu.

Cercaan dan hinaan kaum Ad ke atas Nabi Hud a.s tidak berhenti. Mereka semakin galak dalam mengolok-olokkan kenabian baginda. Mereka tidak percaya dengan kewujudan Tuhan Nabi Hud a.s. Mereka tetap setia menyembah berhala-berhala sembahan yang mereka ukir sendiri. Kesabaran baginda mencapai puncaknya. Nabi Hud a.s berkata sepertimana dalam firman Allah swt di dalam surah al-Hud 54 sehingga 57:

54. Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah olehmu sekalian bahawa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan dengan yang lain, sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.

55. Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya.

56. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.

57. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikannya) kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu, dan kamu tidak dapat membuat mudharat kepadaNya sedikit pun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha Pemelihara segala sesuatu.

Kaum Ad membalas ancaman dan nasihat Nabi Hud a.s dengan berkata sepertimana dalam surah al-A’araf ayat 70 dan 71.

70. Maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar.

Nabi Hud a.s pun menjawab hinaan mereka.

71: Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa azab dan kemarahan dari Tuhanmu. Apakah kamu sekalian hendak membantah dengan aku tentang nama-nama (berhala) yang kamu berserta nenek moyangmu menamakannya, padahal Allah sekali-kali tidak menurunkan hujah untuk itu? Maka tunggulah (azab itu), sesungguhnya aku juga termasuk orang yang menunggu bersama kamu.

Maka kisah ini dilanjutkan, setelah beberapa waktu, suasana kota Iram berubah secara drastik. Awan-awan yang membawa hujan tidak terlihat di langit Iram. Cuaca berubah. Kemarau semakin menghampiri. Telaga dan sumber air yang dikumpulkan atau disimpan oleh kaum Ad semakin mengering. Kebun tananam mereka tidak berbuah dan haiwan-haiwan ternakan mati kekeringan. Sumber makanan dan air di kota Iram terbatas. Mereka tidak tahu. Azab Allah swt semakin menghampiri.

Sehinggalah pada suatu hari, terlihatnya sebuah awan yang berlalu menghampiri dada langit kota Iram. Masyarakat Ad bersorak kegembiraan. Mereka menyangka awan tersebut membawa hujan rahmat. Tetapi Nabi Hud a.s berkata, ianya awan yang membawa azab yang bakal menutup dan menghapuskan peradaban Ad buat selama-lamanya. Kisah ini diambil daripada firman Allah swt di dalam surah al-Ahqaf ayat 24.

24: Maka ketika mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka (kaum Ad): “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”.

Nabi Hud a.s membalas dakwaan mereka dengan berkata:

“(Bukan!) bahkan itulah azab yang kamu minta agar datang dengan segera (iaitu) angin yang mengandung azab yang pedih”.

Suasana kota Iram setelah dilanda azabNya:

“Yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa”.

Bukan semua kaum Ad yang dihancurkan oleh Allah swt tetapi sebahagian bangsa Ad yang sudah beriman dan menjadi pengikut Nabi Hud a.s diselamatkan oleh Allah swt. Dalil ini dapat dilihat dalam surah al-A’raf ayat 72:

72: Maka Kami selamatkan Hud beserta orang-orang yang bersamanya dengan rahmat yang besar dari Kami, dan Kami tumpaskan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan mereka bukanlah orang-orang yang beriman.

Setelah kehancuran peradaban Ad di kota Iram, maka Nabi Hud a.s beserta kaum Ad yang beriman berpindah lalu menuju ke Hadramaut, Yaman.

Kemusnahan kaum Ad dan kota Iram disenaraikan sebagai ‘The Lost Civilization’ atau Peradaban Yang Lenyap.

KOTA IRAM: MELALUI TAFSIRAN IBNU KATSIR.

Daripada dalil Quran di atas, Ibnu Katsir telah menuliskan tentang segala sejarah berkaitan Nabi Hud a.s dan keadaan kota Iram pada waktu tersebut.

Menurut Ibnu Katsir di dalam Kitab Kisah Para Nabi:

1. NAMA:

Hud bin Syalikh bin Irfakhsyadz bin Sam bin Nuh. 

Ibnu Jarir r.a pula berpendapat, nama baginda adalah Hud a.s bin Abdullah bin Ribah bin Ad bin Aush bin Sam bin Nuh a.s.

2. KAUM:

Nabi Hud a.s berasal daripada suku kabilah yang bernama Ad. Ad bin Aush bin Sam bin Nuh a.s.

Kaum Ad merupakan generasi keempat keturunan Nabi Nuh a.s. Nabi Hud a.s juga merupakan kaum Ad. Mereka mempunyai hubungan kekerabatan yang jauh dengan kaum seterusnya iaitu kaum Thamud, Amalek, Madyan, Jurhum dan lain-lain. Setelah peristiwa banjir besar yang melanda bumi dalam sirah Nabi Nuh a.s, para keturunan baginda menyebar luas ke serata semenanjung Arab dan wilayah-wilayah yang lainnya.

Di dalam kitab Shahih Ibnu Hibban, Rasulullah saw menyatakan adanya empat orang nabi dari bangsa Arab iaitu Nabi Hud, Nabi Saleh, Nabi Syuaib dan diriku (Nabi Muhammad saw). Thamud (kaum Nabi Saleh a.s) dan Madyan (kaum Nabi Syuaib a.s) setelah kemusnahan kaum Ad, telah mewarisi kemahiran dalam membina bangunan di padang pasir melalui pahatan-pahatan batu di gunung mahupun di batu yang besar.

Jadinya, tidak pelik sekiranya dikatakan mereka mempunyai hubungan kekerabatan yang tidak terlalu jauh. Ad yang dikisahkan dalam peristiwa Nabi Hud a.s merupakan generasi kedua dan terakhir yang menetap di kota Iram.

3. LOKASI:

Mereka tinggal di kawasan bukit berpasir yang terletak diantara Oman dan Hadramaut. Lebih spesifik, kawasan ini dinamakan as-Syahr yang berdekatan dengan lembah Mughits. Mereka membina penempatan dan akhirnya berjaya menaiktarafkan sebagai sebuah kota di rantau selatan Arab iaitu kota Iram.

Pendapat lain pula mengenalpasti lokasi kota Iram berkemungkinan di Damaskus atau Iskandariah (Alenxandria), Mesir. Tetapi pendapat ini ditolak kerana ketiadaan sumber dan bukti yang kukuh.

4. BAHASA:

Nabi Hud a.s dipercayai sebagai orang pertama yang bercakap dalam bahasa Arab. Tetapi dalam hal ini, ilmuwan Islam mempunyai dua pendapat lainnya, iaitu selain Nabi Hud a.s, Nabi Adam a.s dan Nabi Nuh a.s.didakwa sebagai manusia pertama yang berbicara dalam bahasa Arab.

5. SEMBAHAN:

Ibnu Katsir juga berkata, kaum Ad menjadi bangsa pertama yang menyembah berhala kembali setelah peristiwa banjir besar Nabi Nuh a.s. Nama dewa atau tuhan mereka adalah Shamda, Shamud dan Hira.

6. AZAB:

Mengikut tafsiran para ulama, kota Iram dilanda musim kemarau selama tiga tahun tanpa henti. Tatkala datangnya awan hitam ke dada langit kota, masyarakat Ad bergembira, walhal Nabi Hud a.s pada ketika itu sedang bersedih. Di dalam gumpalan awan hitam tersebut terlihatnya sebuah pusaran angin yang seakan-akan api yang bergelojak.

Kaum Ad dilanda azab ini selama tujuh malam, lapan hari tanpa henti kecuali kaum Ad yang beriman kepada Allah swt. Dari sebuah hadis shahih, dikatakan angin tersebut merupakan angin dari Barat. Angin yang sangat sejuk dan memusnahkan. Angin yang dihantarkan ini menyedut kaum Ad dan melemparkan mereka kembali ke tanah dalam keadaan yang menyayatkan hati sepertimana dari surah ad-Dzariyat ayat 42:

“..angin itu tidak membiarkan satupun yang dilaluinya, melainkan dijadikannya seperti serbuk”.

Daripada petikan sumber-sumber ini, ianya boleh diumpamakan seperti puting beliung atau angin ribut. Mayat-mayat kaum Ad mati bergelimpangan di atas tanah laksana pokok-pokok kurma yang menyembah ke bumi, sepertimana dalam surah al-Qamar ayat 20:

“..yang menggelimpangkan manusia seakan-akan mereka pokok kurma yang tumbang”. -bersambung-

JIJI AZIZAN

Sumber: thepatriots.asia

Written by Admin
Category: Peradaban
Hits: 194

 

MERINTIS JALAN TENGAH PERADABAN

“Demikian pula Kami telah menjadikan kalian sebagai umat pilihan (wasathan) yang adil agar kalian menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kalian” (al-Baqarah:143)

TAKRIF ummatan wasatan lebih sering dimaknai sebagai umat terpilih. Takrif ini mewakili pandangan yang mendefinasikan ummatan wasatan lahirlah sebagai jalan tengah yang sederhana (moderat). Meskipun sejumlah ulama ada yang berselisih tafsir, namun majoriti di kalangan mereka menyepakati makna ummatan wasatan sebagai masyarakat yang sederhana. Dari sini, istilah Wasatiyyah, yang sinonim dengan cara pemahaman Islam yang sederhana, berada di tengah-tengah.

Kata wasat dengan segala derivasinya disebut lebih kurang lima kali dalam al-Quran, iaitu QS.2:143, 238, QS.5:89, QS.68:28, serta QS.100:5. Rujukan lain yang kerap dikaitkan dengan konsep ini adalah, “khairul umuri awsathuha” (sebaik-baik urusan adalah yang sederhana). Ayat ini sangat popular di kalangan Muslim sebagai hadis Nabi, kendati ada yang menganggapnya sebagai perkataan ulama. Dalam kitab Laysa Min Qaulinnaby, disebutkan bahawa ayat tersebut sesungguhnya bukan hadis Nabi, melainkan perkataan daripada salah seorang sahabat Nabi, iaitu Muthraf Ibn Syukhair.

Kitab Lisan Al-Arab wasath adalah pilihan dengan kualiti terbaik. Sementara pengarang mengertikan ‘wasath’ dengan makna “paling benar dan adil”. Ibnu Katsir menyebut kitab Al-Taisir Fi Usul al-Tafsir mengertikan “ummatan wasatan” dengan maksud bahawa umat Islam adalah saksi yang adil ke atas umat sebelum (kedatangan) Islam daripada pengetahuan mereka terhadap seruan para Nabi terdahulu kepada para umatnya. Intinya, ummatan wasatan adalah penghargaan yang diberikan Allah terhadap kaum Muslim sebagai satu komuniti dan saksi yang terbaik.

Dalam konteks kontemporari, istilah tersebut kemudian sinonim dengan pengertian Islam sebagai agama “jalan tengah”, agama wasath, agama yang berfahaman sederhana. Mereka memahami “jalan tengah” sebagai berada di tengah-tengah antara dua titik ekstrem. Sebahagian ulama berpendapat, kedua-dua titik ekstrem itu sebagai agama Kristian dan Yahudi. Yahudi mewakili kecenderungan formalisme dalam mengamalkan agama, sementara Kristian mewakili sikap agama yang didasarkan atas idea cinta kasih, namun mengabaikan prinsip-prinsip utama agama. Dalam erti kata lain, Islam diidealkan sebagai titik temu antara ibadah (formalisme beragama) dan kesalihan sosial (pelaksanaan nilai-nilai agama).

Sayyid Qutb adalah salah satu dari cendekiawan muslim yang berpandangan demikian. Kedudukan yang ada di tengah-tengah ini dilihat sebagai salah satu keunggulan dan menunjukkan pandangan sebenar dari agama Islam. Paradigma tersebut merujuk pada surah al-Baqarah (2:143). Dari sinilah sumber istilah yang melekat pada Islam sederhana.

Ada pelbagai contoh yang kerap digambarkan untuk menegaskan fahaman Islam yang sederhana. Contoh yang sering dipakai sejumlah ulama antara lain adalah soal hukum cerai. Dalam masalah cerai, dilukiskan bahwa Islam mengambil jalan tengah: tidak melarang cerai sama sekali (seperti dalam Kristen), namun tidak pula membolehkan cerai secara sembarangan (seperti dalam sebahagian tradisi pra-Islam di Arab). Cerai diperbolehkan oleh Islam tetapi dengan “peringatan” bahawa hal itu adalah cara terakhir dan merupakan tindakan halal yang paling dibenci Tuhan.

Liberal vs Fundamental

Di kalangan dalaman Islam, selama ini muncul dua kubu pemikiran yang saling bertentangan dalam mozaik peradaban umat, yakni kelompok liberal dan kubu fundamental.  Di sinilah konsep ‘Wasathiyyah’ muncul sebagai satu manhaj untuk mencari jalan yang sederhana yang mana ianya mengambil unsur positif keduanya. Islam wasatiyyah merupakan kelompok paling besar dan dominan yang teguh berpegang kepada agama dan menjadikan manhaj dalam Islam sebagai jalan tengah.

Islam sederhana inilah yang harus dimunculkan ke hadapan, karena ia lebih menjanjikan jalan damai serta tidak terjebak kepada fahaman taksub dua kubu (liberal dan radikal). Oleh itu, demi menggelorakankan ‘Wasathiyyah’ ini perlu dilakukan semacam mainstreaming, agar ia dijadikan sebagai arus utama, melalui sejumlah jalur, semisal pendidikan dan pembinaan agama sama ada di sekolah, pertubuhan Islam, lembaga dakwah dan keluarga.

Sesungguhnya, kepelbagaian dalam Islam hanya terdapat pada kadar penafsiran dan pelaksanaannya. Secara ideologikal, Islam tetaplah hanya satu dan pasti. Hakikatnya,‘Wasathiyyah’, merupakan pelaksanaan dari konsep dan nilai-nilai kesederhanaan Islam sebagaimana termaktub dalam ajaran dan doktrinnya. Jika kita menelaah al-Quran, maka ‘Wasathiyyah’ tak lain adalah pandangan Islam yang bertujuan membawa umatnya menuju tatanan yang ideal. Ertinya, idea ‘Wasathiyyah’ bukanlah hal baru. Selama ini, ia hanya kering pada aspek pelaksanaan, sehingga perlu digagas ulang dan diperbaharui makna dan konteks semasa. ‘Wasathiyyah’ sebenarnya konsep yang sudah ada sejak al-Quran diturunkan. Hanya saja ia seolah-olah “tenggelam” oleh perdebatan dan perbezaan penafsiran di kalangan Islam sendiri.

Jadi sikap moderat dan penuh toleransi ‘Wasathiyyah’ inilah yang mesti dibangun umat Islam di masa sekarang dan yang akan datang. Hilangnya kesedaran sikap toleran antarumat beragama akan berbuah pada hilangnya identiti umat Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Untuk mewujudkannya, setidaknya diperlukan interaksi sosial yang kondusif, rasa saling percaya antar kelompok, serta tampilnya pemimpin umat yang memiliki ketegasan dan khazanah intelektual yang arif untuk membumikan sikap toleransi dalam konteks hidup kebangsaan.

Islam tidak menutup mata atas fenomena wujudnya perbezaan agama dan aliran fahaman keagamaan di tengah masyarakat Islam. Khazanah pelbagai agama serta kemajmukan merupakan realiti yang nescaya dihargai. Jauh sebelum Islam datang, bumi ini telah dihuni oleh beragam manusia dengan agama yang beragam pula. Demikian juga setelah Islam ditegakkan sebagai agama penyempurna, ia tak serta-merta tampil menjadi entiti tunggal yang menafikan peranan dari agama dan jaringan kepercayaan di luarnya.

Toleransi antara manusia (tasamuh) yang sejuk dan damai merupakan doktrin ajaran Islam yang sepatutnya diwujudkan dalam tindak nyata yang konkrit. Sejauh ia berlangsung dalam kerangka yang wajar dan tidak melanggar had kebebasan beragama, kehidupan yang harmoni  antaragama patut dijadikan alternatif utama guna semakin merekatkan tali harmoni di tengah-tengah masyarakat plural seperti di Malaysia. Oleh itu, Islam yang dibawa Muhammad menjadi jalan tengah yang menjadi titik temu antara sikap mengakui bahawa hanya Islam agama yang benar serta sikap menghargai keyakinan dan agama lain, sebagaimana digambarkan dalam surah al-Kafirun (1-6).

Masyarakat Madinah

Kepelbagaian (pluralilty) adalah satu realiti yang sepatutnya tidak perlu dipersoalkan. Hal ini kerana kepelbagaian adalah sunnatullah yang mesti ditangani dengan benar agar membawa kerukunan dan harmoni dalam kehidupan umat manusia. Bukan malah dijadikan alasan untuk membuat konflik dan permusuhan. Peradaban Islam mencatat pengalaman yang hebat dalam menangani masalah masyarakat majmuk. Sejak awal Islam terbentuk dalam satu negara (Daulah Islamiyah) di Madinah, Nabi telah membuat perjanjian untuk menangani kemajmukan agar tercipta kerukunan di Madinah. Perjanjian ini yang dikenali sebagai Piagam Madinah. Pada masa itu penduduk Madinah merupakan masyarakat majmuk yang terdiri daripada komuniti Muslim, Yahudi dan kaum Musyrikin.

Salah satu butir perjanjian itu berbunyi: “Bangsa Yahudi dari Bani ‘Auf merupakan kaum bersama orang-orang yang beriman (Muslim), bagi bangsa Yahudi agama mereka dan bagi umat Islam agama mereka..” Piagam Madinah ini merupakan pengakuan secara sah oleh Islam di atas kewujudan agama Yahudi dan komuniti lainnya. Gagasan Nabi dalam bentuk  perjanjian Madinah ini merupakan langkah peradaban yang luar biasa, sehingga Robert N Bella, seseorang Sosiolog Amerika, menyebut Konstitusi Madinah ini – di tengah-tengah gelap kejahiliahan masyarakat Arab — sebagai “keputusan supramoden.”

Kondisi dinamis ini berlanjut hingga ketika wilayah daulah Islam meluas sampai ke Najran yang dihuni umat Kristian. Islam menunjukkan sikap yang simpatik dalam menghargai masyarakat yang majmuk. Nabi Muhammad melayan kaum Kristian Najran sama seperti Yahudi, iaitu diberikan kebebasan dalam menjalankan agama masing-masing dan bebas mengatur hal ehwal agama mereka. Sikap politik Nabi ini terlampir dalam perjanjian kesepakatan dengan suku Najran.

Perjanjian seumpama juga dibuat Nabi kepada komunitas non-muslim lainnya seperti Bani Junbah di teluk Aqaba, Bani Ghadiya, Yahudi Bani Uraid, penduduk Jarba dan komuniti yang lain. Sikap toleran ini kemudian dilanjutkan oleh para Khalifah. Dalam bentangan wilayah Khilafah yang demikian luas (2/3 dunia), semua gereja, sinagog dan kuil masih utuh sampai sekarang. Khilafah di Sepanyol membuat peradaban Islam, Kristian dan Yahudi mencapai kemucaknya. Oleh itu, Khilafah di Sepanyol dikenali dengan sebutan “negara tiga agama.” Komuniti Kristian dan Yahudi di Arab, Hindu di India sampai sekarang masih wujud dan hidup aman tenteram. Inilah bukti kuat daripada sikap sederhana (wasatiyyah) yang dilaungkan Islam terhadap tatanan tamadun manusia.

Pada dimensi yang lain, sikap ‘wasatiyyah’ (moderat) merupakan pancaran sikap pemahaman keagamaan  seseorang. Pemahaman terhadap agama yang murni tidak hanya mempunyai peranan sebagai ikatan penghubung di antara makhluk dengan Tuhan secara vertikal (habl min-Allah) namun pula sebagai pengukuh ikatan sosial secara horizontal (habl min an-naas). Oleh yang demikian, akan terbentuk pemahaman agama yang konsisten, yang mampu menebar rasa kasih dan sayang pada sesama manusia. Alangkah elok bila nilai-nilai murni di setiap agama diterapkan dalam wujud pengembangan wacana dan kerjasama yang kongkret, misalnya berbentuk gerakan untuk bersatu memerangi segala perilaku rasuah, kebatilan, menjaga kelestarian alam semula jadi, dan pelbagai aktiviti sosial yang positif.

Islam ialah agama damai dan sederhana. Citra man salima al-muslimuun min lisanih wa yadih yang dilukiskan Nabi adalah bentuk daripada kepedulian dan kesungguhan ajaran Islam untuk selalu menciptakan sosok peribadi yang mampu menyelamatkan orang lain daripada gangguan ucapan dan tindakannya. Ia akan selalu dikongkong satu kesedaran bahawa pemahaman keagamaan (aliran agama) sekadar jalan (suluk) yang boleh sahaja beragam dan berbeza. Melalui metafora yang indah, Islam mengilustrasikan pelarangan sikap beragama yang tidak pada tempatnya sebagai “berlebih-lebihan dalam beragama”. Oleh itu, Tuhan melarang perkara itu untuk diamalkan oleh hamba-Nya (la taghluw fi dinikum).

Al-Quran pun mengajarkan untuk menjauhi sikap melecehkan agama lain (QS.06:108) serta memaksakan agama lain melalui cara yang negatif dan tak simpatik (QS.02:256). Di sisi lain, Islam malah mengharuskan untuk menjunjung tinggi asas penghormatan atas segenap khazanah agama yang berbeza (QS.22:40). Menciptakan komuniti ummah dalam wadah tunggal merupakan pekerjaan yang amat mudah bagi Allah. Dengan kemahakuasaannya, Allah boleh sahaja menjadikan seluruh manusia penghuni bumi dalam naungan Islam (QS.16:93). Namun hal itu tak dilakukan oleh-Nya untuk menunjukkan kemajmukan adalah rahmat bagi umat manusia.

Kesedaran yang kian terbuka (inklusif), pemikiran yang dinamik dan sikap hidup yang wasatiyyah, menjadi panduan bagi masyarakat muslim untuk lebih mampu menangani dunia Islam yang pelbagai aliran dan fahaman. Misalnya, bagaimana usaha-usaha melakukan pengukuhan semula agar umat Islam mandiri di bidang pendidikan, sosial, politik, dan bidang ekonomi. Cabaran terberat umat Islam kini adalah menyatukan jurang perbezaan antara tatanan idealisme, potensi insan, dan sumber daya alam yang dimiliki.

Dengan demikian, manusia sebagai khalifah semesta dituntut untuk terus berfikir bijak menuju kebenaran sejati serta menebarkannya dengan penuh simpati. Setiap ilmu dan amal soleh manusia adalah tabung sekaligus nilai dakwah yang membimbing mereka ke arah hidayah dan keredaan-Nya, berupa hamparan subul as-salaam, altar-altar kedamaian (QS.05:16). Pada titik ini, Islam Wasatiyyah adalah salah satu ikhtiar menuju kepada keredaan Yang Maha Kuasa.

Oleh: Mohd Ali Hisyam

Written by Admin
Category: Peradaban
Hits: 386

 

JIHAD BUKAN PERANG? (II)

Untuk persiapan ini perkara yang pertama ialah memahami dan mengikuti ajaran Islam  berkenaan dengan persaudaraan umat Islam. Sekurang-kurangnya dalam setiap negara Islam, orang Islam bersaudara dan bersatu. Mereka juga perlu patuh kepada ajaran Islam berkenaan dengan perlunya orang Islam setia dan taat kepada kepimpinan negara iaitu kepada Ulil Amri. Dengan ini Islam akan menjadi aman dan tenang.

Dalam negara Islam yang aman ini pembangunan yang pesat boleh diadakan. Tujuannya ialah supaya pemerintah dan rakyat mampu membiayai penguasaan semua ilmu dan kecekapan teknologi yang diperlukan untuk membebaskan negara daripada bergantung terlalu sangat, terutama dalam persenjataan, kepada orang lain yang mungkin tidak bersimpati dengan orang Islam dan agama Islam.

Mengejar ilmu memang pun disuruh oleh agama Islam. Ilmu yang dituntut bukanlah untuk hiasan, tetapi untuk memajukan orang Islam dan negara Islam. Maju bukanlah terhad kepada bidang-bidang tertentu sahaja, tetapi dalam semua bidang Kemajuan dalam bidang pertanian dan ternakan adalah sama penting dengan kemajuan dalam bidang perbuatan barangan keperluan hidup dan juga dalam bidang penciptaan dan pengeluaran senjata untuk pertahanan.

Orang Islam perlu cekap dalam perniagaan dan perusahaan supaya mereka dapat memperkayakan negara Islam dan menyumbang kepada pembangunannya. Kemajuan ekonomi mengikut cara-cara yang halal akan membolehkan orang Islam bukan sahaja  membiayai tuntutan ilmu dan segala kecekapan, tetapi juga untuk mengadakan pasukan pertahanan yang terlatih dan serba lengkap. Dengan ini kehidupan orang Islam akan lebih selamat dan sempurna dan semua orang Islam akan mendapat perlindungan daripada sebarang penindasan oleh musuh-musuh Islam.

Umar bin al-Khattab menganggap kemiskinan atau kefakiran sebagai hampir kepada kekufuran.

Beliau berkata:

Yang bermaksud:

Hampir kefakiran itu menjadi kekufuran.

Bukan sahaja orang Islam perlu elak kemiskinan tetapi negara Islam juga perlu elak kedaifan kemiskinan. Miskin atau kaya seseorang atau sesebuah negara bukan bergantung kepada warisan atau sumber alam tetapi kepada kebijaksanaan, kerajinan dan usaha gigihnya. Jika etika kerja orang Islam baik, bukan sahaja pendapatan mereka akan menjadi tinggi, tetapi negara mereka juga akan menjadi kaya.

Orang Islam yang berharta dan kaya dapat menyumbang melalui berbagai-bagai cara kepada pembiayaan pemerintahan negara. Dengan khazanah yang besar pemerintahan akan dapat menyediakan segala kemudahan bagi rakyat dan segala infrastruktur untuk pembangunan dagangan dan industri. Pemerintahan yang kaya juga dapat menjadipelanggan kepada industri pertahanan negara dan mendirikan tentera pertahanan yang cukup besar, terlatih dan serba lengkap. Ini membebaskan rakyat biasa daripada melibatkan diri sendiri dalam persediaan untuk pertahanan negara dan umat Islam kerana pertahanan adalah satu daripada fardu kifayah.

Pendapat bahawa dunia bukan untuk orang Islam dan dengan kerana itu mereka tidak perlu menyediakan keselamatan dan mencari kebahagian di dunia adalah bertentangan denganajaran Islam. Kerana dunia ini merupakan ladang akhirat bagi orang Islam seperti kata sesetengah ulama dan melaluinya kita dapat menyediakan persiapan untuk menuju ke alam baqa nanti. Ayat 77 daripada surah al-Qasas yang membincang tentang perlunya mencari kekayaan dunia untuk mendapatkan pahala dan kebahagian akhirat adalah jelas menunjukkan bahawa memakmur dan membangunkan dunia menjadi tuntutan dalam Islam. Allah berfirman dalam surah al-Qasas dan ayat 77 yang berbunyi:

Yang bermaksud:

Dan tuntulah dengan kekayaan yang telah  dikurniakan Allah kepadamu akan pahala dan kebahagiaan hari akhirat dan janganlah engkau melupakan bahagianmu (keperluan dan bekalanmu) dari dunia; dan berbuat baiklah (kepada hamba-hamba Allah) sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu (dengan pemberian nikmay-Nya yang melimpah-limpah); dan janganlah engkau melakukan kerosakan di muka bumi; sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang berbuat kerosakan.

Begitu juga tiap kali kita berdoa, tidakkah berdoa kita meminta kebahagiaan di dunia dan di akhirat? Percubaan untuk mentafsirkan kebahagiaan di dunia adalah terhad kepada kemampuan membuat fardu ain sahaja juga tidak berasa. Kita lihat bagaimana orang Islam dihina dan diseksa, dihalau dari negara mereka kerana mereka daif dan tidak mampu melindungi diri mereka. Mereka juga tidak dapat membuat fardu ain dengan sempurna kerana diganggu oleh musuh-musuh mereka. Sudah tentu mereka tidak dapat menolong saudara seagamamereka yang ditindas di seluruh dunia. Mendakwa bahawa ini adalah maksud kebahagiaan yang dituntut daripada Allah s.w.t. semasa kita berdoa adalah satu kejahilan. Maksud hidup bahagia ialah apabila orang Islam tidak kekurangan nikmat yang disediakan oleh Allah s.w.t. bagi umat manusia yang sanggup berusaha. Jika kerana tidak ada usaha oleh orang Islam mencari nikmat ini, maka mereka hidup sengsara, mereka tidak boleh berkata inilah kebahagiaan hidup yang dijanjikan kepada orang Islam. Allah menurunkan hujan dari langit supaya tanah menjadi subur, tetapi nikmat hanya dapat diperolehi jika manusia berusaha bercucuk tanam. Jika tiada usaha dilakukan, maka orang Islam kelaparan, ini bukanlah kurniaan Tuhan. Allah melengkapkan umat manusia dengan akal fikiran, pancaindera dan tenaga supaya mereka dapat mengeluarkan hasil dari bumi Allah ini. Tidak mungkin Allah menyediakan makanan bagi orang yang tidak sanggup menyuap mulut mereka sendiri.

Jika demikian dengan makanan untuk kebahagiaan hidup, demikian juga dengan keperluan lain untuk kebahagiaan hidup umat Islam. Tidak mungkin kita hanya berdoa sahaja tanpa membuat apa-apa untuk menjayakan doa itu. Menyatakan bahawa rezeki bagi orang Islam adalah terhad sedangkan orang Islam tidak berusaha untuk mendapatkan lebih adalah sama dengan menyalahkan nasib buruk umat Islam kepada Allah s.w.t. Ingatlah, segala yang salah dan buruk datangnya daripada kita, segala yang baik daripada Allah s.w.t. Jika hari ini orang Islam ditindas, diseksa dan dibunuh, yang salah adalah orang Islam sendiri, kerana keburukan adalah daripada kita. Ini jelas dalam surah An-Nisaa Ayat 79:

Yang bermaksud:

Apa jua kebaikan (nikmat kesenangan) yang engkau dapati maka ia adalah dari Allah dan apa jua bencana yang menimpamu maka ini adalah dari (kesalahan) dirimu sendiri.

Mengejar kebahagiaan di dunia tidak bermakna mengabaikan akhirat. Sebenarnya mereka yang miskin, daif dan ditindas tidak pun dapat menunaikan apa-apa ibadat yang terangkum dalam fardu ain dengan sempurna. Sebaliknya kita lihat bagaimana mereka yang hidup bahagia di dunia dapat menunaikan ibadah yang diwajibkan termasuk mengeluarkan zakat, bersedekah dan berbuat amal jariah. Sudah tentu jika mereka dapat menyumbangkan kepada pembangunan dan keselamatan negara Islam, maka mereka juga menolong menunaikan fardu kifayah. Dan ini membebaskan orang Islam lain daripada menanggung dosa. Sumbangan mereka yang berharta kekayaan kepada kesejahteraan dan keselamatan umat Islam dan negara Islam tetap lebih daripada yang disumbangkan oleh orang miskin. Saidina Othman adalah sahabat Nabi yang kaya yang banyak menyumbang kekayaannya bagi menjayakan perjuangan Islam. Dan beliau adalah antara orang yang dijanjikan syurga oleh Allah s.w.t.

Sebuah negara yang ingin maju dan bangun, perlu mempunyai aneka jenis perniagaan dan perusahaan yang halal. Memiliki hanya sumber alam semula jadi seperti minyak petrol tidak menjadikan negara itu maju. Kekayaan semata-mata bukan bermakna kemajuan. Untuk menjadikan negara maju dan berwibawa, perniagaan dan perusahaan yang besar dan canggih mestilah diadakan. Untuk ini modal dan kecekapan teknikal dan pengurusan diperlukan. Modal mestilah datang daripada keuntungan perniagaan dan perusahaan. Setelah membayar cukai dan mengeluarkan zakat serta sedekah, modal perlu dilaburkan untuk membesar dan mempermodenkan perniagaan dan perusahaan.

Pemerintah boleh mengadakan industri yang penting bagi ketahanan negara tetapi untuk ini Pemerintah perlu mendapat kutipan cukai yang banyak. Dan ini hanya boleh dikutip daripada rakyat yang berpendapatan tinggi. Perniagaan, perusahaan swasta dan kerajinan serta kecekapan pengurusan dan pekerjaan merupakan punca yang penting bagi hasil mahsul Pemerintah.

Kemajuan negara dalam bidang ekonomi amat penting dalam menentukan kekuatan sesuatu negara. Adalah menjadi tanggungjawab Pemerintah dan pihak swasta mengurus segala kerja dengan baik dan cekap supaya negara menjadi maju dan ekonomi tumbuh dengan pesatnya.

Sekali lagi perlu ditegaskan akan pentingnya keamanan dalam negara untuk memaju dan meningkatkan ketahanan negara. Mereka yang sengaja mencetuskan huru-hara dan mencuba untuk menjatuhkan Kerajaan kerana ingin merebut kuasa bagi  diri sendiri dan dengan itu menjejaskan keamanan, sebenarnya mengkhianati usaha pertahanan negara dan orang Islam. Allah s.w.t. melarang perbuatan merosakkan seperti dalam surah al-Qasas ayat 77 yang berbunyi janganlah engkau melakukan kerosakan di muka bumi; sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang berbuat kerosakan.

Negara Islam yang ingin memperjuangkan suruhan agama perlu ditadbirkan dengan baik supaya aman dan ekonominya dapat dibangunkan tanpa gangguan. Pengurusan kewangan perlu dibuat dengan cekap supaya negara tidak bergantung kepada hutang dari luar yang mana ini akan menyebabkan Kerajaan disekat dengan syarat-syarat tertentu pihak yang memberi pinjaman.

Kemajuan ekonomi dan kewangan sesebuah negara dengan sendirinya memberi kekuatan kepadanya. Negara yang maju dalam bidang-bidang ini akan menjadi lebih bebas daripada tekanan kuasa asing dan juga dalam menguruskan hubungan dan dasar-dasar luar negara. Walaupun negara belum maju tetapi kebebasan ini memaksa negara-negara asing, bahkan kuasa asing juga menghormatinya.

Sebab inilah negara-negara Islam perlu berusaha membangunkan ekonominya dan menguruskan kewangannya dengan bijak dan cekap. Kedua-dua ini akan menyumbang kepada perjuangan di jalan Allah iaitu dengan kemampuan mempertahan dan menyelamatkan rakyatnya yang beragama Islam dan juga umat Islam yang tertindas di tempat-tempat lain. Dengan perkataan lain semua yang dilakukan untuk keamanan, kemajuan dan kesejahteraan negara Islam adalah jihad.

Untuk mendirikan sebuah negara yang kukuh dan berwibawa serta mendapat mempertahankan diri daripada segala ancaman dari dalam dan luar, kecekapan pengurusan dan pentadbiran diperlukan. Di zaman ini negara-negara Islam lebih kerap ditadbir secara feudal dan autokratik. Jika pemerintahan autokratik betul-betul bertanggungjawab, dengan kuasa mutlak yang ada pada pemerintah, pembangunan negara boleh dibuat dengan lebih cekap dan lebih berkesan. Malangnya pemerintah autokratik biasanya lebih mengutamakan  kemewahan hidup bagi yang berkuasa daripada pembangunan negara untuk memperkuat dan mempertahankan umat Islam. Oleh kerana dalam sistem autokratik pemerintahan yang gagal tidak dapat ditukar, maka biasanya pemerintahan yang tidak cekap akan berterusan dan kemajuan tidak tercapai.

Sebaliknya sistem demokrasi memudahkan penukaran pemerintah jika didapati ianya tidak cekap dan tidak dapat memajukan negara. Malangnya kerana sistem demokrasi memberi peluang untuk menukar Kerajaan, maka percubaan dibuat sepanjang masa untuk menukar pemerintahan oleh pihak-pihak yang tamak dan bercita-cita besar untuk merebut kuasa dan menjadi pemerintah. Dengan itu negara Islam yang memilih sistem demokrasi hampir semuanya tidak stabil. Kerajaan terpaksa menumpukan sepenuh masa untuk mempertahankan kedudukannya kerana bukan sahaja semasa pemilihan umum, tetapi  sepanjang masa demonstrasi dan mogok dilancar untuk menjatuhkan Kerajaan sebelum pun tamat edahnya.

Ketidakstabilan yang berlaku menghalang pembangunan dan pertahanan negara. Sudah tentu negara Islam yang demokratik dan tidak stabil seperti ini tidak dapat memberi tumpuan kepada kemajuan dan pembangunan negara.

Ada juga orang Islam yang mencuba revolusi bersenjata yang menyebabkan negara Islam berada dalam keadaan huru-hara tidak stabil dapat dimajukan sama sekali. Dengan ini negara Islam akan terus lemah dan tidak dapat mengejar negara bukan Islam dari segi kemajuan.

Kewibawaan dan kemajuan sesebuah negara mudah dilihat. Berbagai jenis ukuran sudah diadakan untuk menilai prestasi dan pencapaian sesebuah negara. Pegangan kepada agama juga mudah dilihat. Percubaan untuk mengabui mata berkenaan yang benar, baik daripada segi material atau rohaniah, mudah diketahui oleh rakyat yang bijak yang bersikap prihatin terhadap negara sendiri dan masyarakat Islamnya.

Jika rakyat bersikap sederhana dan menolak hasutan yang tidak berasas, jika rakyat memberi sokongan kepada Pemerintahan Kerajaan yang cekap, maka keadaan dalam negara Islam akan menjadi stabil dan proses membangun dan memperkuatkan ketahanan negara boleh berjalan dengan baik.

Di sini tafsiran berkenaan dengan Kerajaan Islam perlu ditentukan. Terdapat hari ini lima puluh enam negara yang menjadi OIC atau Pertubuhan Persidangan Negara-Negara Islam. Penduduk negara-negara ini bukan semuanya Islam. Mungkin hanya satu dua sahaja yang penduduknya seratus peratus orang Islam. Ini bermakna jika tafsiran negara Islam diasakan kepada penduduknya seratus peratus Islam maka terdapat hanya dua buah negara Islam sahaja di dunia. Jumlah penduduk dua negara ini tidak pun sampai dua puluh juta. Jumlah orang Islam di dunia melebihi seribu juta dan penduduk dunia enam ribu juta. Jika kriteria penduduk seratus peratus Islam digunakan, maka terdapat hanya dua buah sahaja negara daripada 183 buah negara di dunia yang boleh ditakrif sebagai negara Islam. Ini bermakna tidak ada negara Islam yang boleh bersaing dan dibangunkan sehingga dapat mengembalikan zaman kecemerlangan Islam.

Jika pengalaman semua hukum Islam pula dijadikan kriteria untuk mentakrifkan sesebuah negara sebagai negara Islam, maka tidak ada satu pun negara di dunia yang boleh ditakrif dan diiktiraf sebagai negara Islam. Ini adalah oleh kerana tidak ada satu pun negara di dunia yang melaksanakan hukum-hukum Islam sepenuhnya. Bukanlah mereka tidak melaksanakan atau mengamalkan hukum Islam kerana mereka menolak atau tidak percaya kepada ajaran Islam, tetapi sebabnya ialah kerana keadaan dan budaya orang Islam di zaman ini tidak mengizinkannya.

Islam memberi banyak kelonggaran supaya pengamalan ajarannya tidak menjadi beban kepada orang Islam. Yang mesti diamalkan hanyalah pengakuan akan Allah sebagai Tuhan yang satu yang disembah dan Nabi Muhammad sebagai RasulNya. Sembayang, puasa, zakat dan mengerjakan haji walaupun wajib, tetapi amalannya mengikut keadaan. Jika kerana sebab-sebab tertentu amalan yang wajib ini tidak dapat ditunaikan, maka ia tidak menyebabkan orang Islam menjadi murtad atau tidak Islam.

Demikian juga dengan hukum-hukum lain yang diwajibkan. Jika kerana sebab-sebab yang munasabah pengamalannya tidak boleh ditunaikan, maka ia tidak akan menjadikan orang Islam atau negara Islam tidak Islam.

Memang ada orang Islam yang berpendapat walaupun malapetaka akan menimpa orang Islam dan negara Islam, apa yang diwajibkan oleh Islam mestilah ditunaikan juga. Pendapat ini tidak secocok dengan dakwaan bahawa Tuhan tidak menjadikan agama Islam sebagai beban kepada penganutnya. Sebaliknya Islam dibawa oleh Rasulullah sebagai berita gembira untuk membebaskan manusia daripada kejahilan dan menjadikan mereka yang menerima agama Tuhan orang yang bahagia dan bebas daripada penindasan dan huru-hara.

Demikian jika orang Islam tinggal sebagai kaum pendatang di negara bukan Islam, mereka tidak dipaksa untuk menguatkuasakan hukum-hukum Islam yang bertentangan dengan undang-undang negara berkenaan. Hanya kerana orang Islam tidak dapat menguatkuasakan hukum-hukum Islam tidak bermakna mereka sudah tidak Islam atau menjadi murtad.

Mengkafirkan orang Islam dan negara Islam kerana tidak dapat melaksanakan hukum-hukum Islam sepenuhnya akan menyebabkan bilangan orang Islam berkurangan dan mungkin juga tidak ada langsung negara Islam. Selain daripada itu orang Islam yang dikafirkan kerana sebab-sebab yang tidak dapat mereka elak, akan memusuhi orang Islam yang mengkafirkan mereka dan pecah-belah yang ketara dan mendalam akan berlaku di kalangan umat yang mana ini tetap akan melemahkan lagi mereka dan negara-negara Islam. Sudah tentu musuh-musuh Islam akan gembira kerana merekaakan dapat menekan orang Islam dan negara Islam dengan lebih mudah.

Orang Islam perlu ingat, tiga daripada khalifah dalam pemerintahan Khulafa Rasyidun, iaitu Umar bin Khattab, Othman bin Affan dan Ali bin Abi Talib yang telah dijanji syurga oleh Tuhan dan ramai daripada pemimpin-pemimpin Islam yang lain telah dibunuh oleh orang Islam sendiri kerana tuduhan-tuduhan bahawa mereka ini menyalahi hukum Islam atau tidak Islam. Yang pertama membuat tuduhan ini ialah orang Khawarij yang mendakwa bahawa mereka sahaja yang Islam dan orang lain semuanya tidak Islam. Dakwaan seperti ini kerap diubah oleh kumpulan-kumpulan kecil dalam masyarakat Islam sepanjang zaman untuk menghalalkan  darah orang Islam lain ditumpahkan oleh mereka.

Tindakan mengkafirkan adalah satu musibah yang sering dilakukan oleh puak-puak tertentu untuk merebut kuasa. Sebab itulah Islam melarang tindakan mengkafir dengan sewenangnya-wenanagnya. Ia tetap akan menjadikan dan masyarakat dan negara Islam tidak stabil, dan tidak dapat dimajukan untuk kesejahteraan dan keselamatan umat Islam.

Negara Islam yang stabil dan kuat perlu menguasai segala ilmu yang dimiliki oleh bangsa-bangsa yang maju di dunia. Dengan ilmu-ilmu ini segala kecanggihan perindustrian dan perdagangan dapat diadakan oleh negara Islam. Ciptaan barangan dan peralatan yang lebih baik daripada yang dimiliki oleh kuasa-kuasa asing juga boleh dibuat supaya negara menjadi lebih kuat dan berupaya dalam mempertahankan negara dan umat Islam di mana-mana sahaja. Dengan cara ini negara Islam akan mendahului semula negara-negara utama di dunia, tidak ada sebab kenapa negara Islam harus kolot, lemah dan ketinggalan zaman. Sebenarnya di zaman kegemilangan Islam, orang Islam dan negara Islam memang pun mendahului bangsa-bangsa Eropah dalam semua ilmu, dalam perdagangan, industri dan ketenteraan.

Orang Islam tidak kurang pandai dan cekap daripada orang bukan Islam di zaman dahulu dan di zaman sekarang. Sebenarnya jika mereka mengikuti ajaran Islam tentang menutut ilmu mereka tetap akan mengusai semua ilmu. Dalam sejarah Islam di zaman kegemilangannya, orang Islam memang pun menguasai  semua ilmu, termasuk yang lama yang diterokai oleh tamadun-tamadun sebelum Islam dan yang dicipta dan diterokai oleh orang Islam sendiri. Sampai ke hari ini asas-asas ilmu sains, matematik, perbuatan, pelayaran, falak dan lain-lain adalah hasil kajian yang diterokai oleh pakar-pakar Islam. Tidak ada sebab kenapa orang Islam di zaman ini tidak dapat menguasai semua ilmu yang penting bagi pembangunan dan pertahanan negara Islam dan umat Islam. Proses ini sudah tentu akan mengambil masa 23 tahun untuk mengembangkan Islam dan mendirikan pemerintahan Islam di Madinah. Penegakan tamadun dan empayar Islam mengambil masa ratusan tahun. Jika usaha untuk membangunkan sebuah negara Islam akan mengambil masa yang panjang ini tidak harus mengecewakan kita. Kita orang Islam perlu bersabar dan meneruskan proses pembangunan walaupun masa yang panjang diperlukan. Allah berfirman dalam surah al-Anfal ayat 46:

Dan sabarlah (menghadapi segala kesukaran dengan cekal hati); sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

Sudah tentu jika usaha ini menghasilkan negara Islam yang sama setanding dalam semua bidang dengan negara-negara maju di dunia, maka maruah orang Islam dan kehormatan terhadap agama Islam akan dipulihkan semula. Kekuatan dan ketahanan negara Islam akan  meningkat. Keupayaan mempertahankan negara Islam dan orang Islam di mana-mana juga mereka berada akan menghentikan penganiayaan ke atas umat Islam yang berlaku  sekarang ini. Orang Islam akan terselamat walaupun berada di negara bukan Islam. Sebenarnya sebelum pun negara Islam dapat dipulihkan sehingga setanding dengan negara maju, dunia sudah mula menghormati negara Islam yang mencapai sedikit kejayaan. Oleh itu orang Islam tidak harus jemu atau kecewa.

Pemulihan negara Islam sepenuhnya menjadi lebih penting di zaman globalisasi ini. Tanda-tanda menunjukkan dengan jelas bahawa kuasa-kuasa bukan Islam di dunia sedang merancang dan berusaha untuk menakluki semula dunia dengan teknologi dan sistem ekonomi  baru ciptaan mereka. Globalisasi akan meruntuh dan membuka luas sempadan yang menjadi benteng pertahanan negara-negara Islam. Dengan kuasa ekonomi yang kuat dan teknologi yang canggih yang berubah dan maju sepanjang masa, kuasa-kuasa asing akan menakluki semula semua negara Islam. Sekarang ini pun beberapa negara, Islam dan bukan Islam, telah secara efektif ditakluki oleh neo-imperialis barat. Tidak syak lagi bahawa mereka bercita-cita menakluki seluruh dunia melalui cara ini. Tidaklah hairan jika mereka berjaya menakluk semula negara-negara Islam kerana kewangan dan ekonomi negara-negara ini  sekarang amat lemah.

Kebanyakan orang Islam dan negara Islam ternampak tidak sedar akan kemungkinan mereka ditakluk semula. Ada juga yang percaya bahawa ini memang sudah ditakdirkan Tuhan dan tidak ada apa-apa yang boleh mereka buat. Mereka masih sibuk dengan perselisihan faham sesama mereka berkenaan perbezaan dalam tafsiran-tafsiran agama yang mereka tidak pula anggap telah ditakdirkan atau dengan keasyikan merebut kuasa. Sekejap-sekejap mereka berperang sesama sendiri dan mereka berjihad kononnya untuk membetulkan agama Islam orang Islam lain. Mengkafirkan orang Islam lain memberi alasan kepada kumpulan-kumpulan tertentu untuk mengisytiharkan jihad, menentang Kerajaan negara-negara mereka dan mencetuskan huru-hara dalam negara. Sekaligus kegiatan ini mengalihkan tumpuan Kerajaan negara-negara Islam daripada pembangunan dan Kewibawaan yang diperlukan untuk menghadapi cabaran dan usaha penaklukan oleh kuasa-kuasa dunia di zaman globalisasi ini kepada mempertahankan diri daripada serangan pelampau Islam dalam negeri.

Gangguan oleh puak Islam yang berpandangan sempit dan penyalahgunaan jihad oleh kumpulan ekstrimis yang hanya ingin merebut kuasa dalam negara-negara Islam adalah sebab utama negara Islam tidak dapat dibangunkan sehingga mampu mempertahankan umat Islam dan negara-negara Islam sejak runtuhnya Kesultanan Turki. Apabila sahaja ternampak kejayaan dalam memajukan negara Islam, maka akan ada kelompok-kelompok tertentu di kalangan orang Islam yang akan menuduh Kerajaan adalah sekular dan kafir dan akan cuba menjatuhkan Kerajaan. Ada antara meraka ini yang mendakwa mereka berjihad untuk menegakkan Islam. Malangnya jihad mereka ini hanya berjaya memecah-belah dan melemahkan negara Islam sedang dibangunkan. Mereka ini sebenarnya mengkhianati perjuangan Islam.

Orang Islam disuruh berjihad di jalan Allah. Tetapi orang Islam tidak disuruh berjihad secara buta-tuli atau kerana ingin melepas geram terhadap musuh yang menindas atau untuk menghalalkan rebutan kuasa dari orang Islam lain. Jihad juga bukan bermakna berperang semata-mata, kerana al-Quran jelas menyebut tentang berjihad dengan harta kekayaan.

Jika untuk menjayakan agama Allah, maka orang Islam perlu berperang, maka mereka berperang. Jika semasa berperang di jalan Allah mereka gugur, maka mereka mati syahid. Jika mereka tidak gugur, tetapi peperangan mereka adalah sebenarnya di jalan Allah, penyertaan mereka tidak menjadi sia-sia. Mereka juga akan ditempatkan di syurga apabila meninggal dunia. Demikian juga bagi mereka yang berjihad dengan harta kekayaan mereka dan lain-lain sumbangan kepada kejayaan Islam dan umat Islam.

Jika peperangan tidak diperlukan untuk memajukan agama Islam, untuk menyelamat dan mengembangkan agama Islam, persiapan yang dibuat untuk tujuan ini adalah juga jihad. Perjuangan Nabi dalam membawa dan mengembangkan agama Islam selama dua puluh tiga tahun adalah jihad. Pembangunan Madinah sebagai negara Islam yang pertama, penegakan kekuatan Madinah untuk mempertahankan agama Islam dan orang Islam supaya Islam menjadi agama sebilangan besar umat manusia; semua ini yang diusahakan oleh Nabi Muhammad adalah jihad di jalan Allah. Sudah tentu kerana inilah Baginda ditempatkan di syurga.

Selepas Baginda, sahabat-sahabat Baginda yang meneruskan perjuangan di jalan Allah telah dijanjikan syurga. Bahawa mereka tidak gugur dalam peperangan tidak bermakna mereka tidak berjihad. Sama ada mereka meninggal dunia kerana sebab-sebab biasa atau mereka dibunuh oleh orang Islam lain, termasuk orang yang mengkafirkan mereka, perjuangan mereka sebagai khalifah atau Amirul Mukminin atau pemimpin di lain peringkat, masih menjadi jihad dan mereka juga ditempatkan di syurga.

Dalam sejarah pembangunan empayar Islam, pemimpin-pemimpin Islam telah mendirikan bala tentera yang kuat, dilatih dan dilengkapi dengan senjata. Untuk maksud ini umat Islam membayar zakat dan cukai daripada pendapatan mereka untuk digunakan oleh pemerintah bagi membiayai perbelanjaan pertahanan.

Semua usaha membangunkan negara supaya mampu membiayai pertahanan orang Islam adalah sebahagian daripada jihad kerana tanpa pembiayaan ini tidak kurang pentingnya daripada pertempuran di medan perang. Tanpa pembiayaan yang mencukupi, tentera yang gagah tidak boleh diadakan dan pertahanan negara Islam dan agama Islam akan gagal. Ini bermakna perjuangan di jalan Allah gagal. Dengan itu negara Islam dan orang Islam boleh dikuasai oleh musuh-musuh Islam.

Jihad bukan bermula di medan perang dan bukan taman di medan perang. Jihad bermula dengan usaha membangunkan ekonomi negara Islam supaya sebahagian daripada kekayaan negara dapat membiayai persiapan pertahanan negara dan umat Islam. Hanya dengan persiapan yang cukup baik barulah pertempuran di medan perang akan berjaya dan perjuangan di jalan Allah mempunyai makna dan berhasil.

Orang Islam diwajib menunaikan fardu ain dan fardu kifayah. Fardu ain adalah untuk diri sendiri. Menunaikannya memberi pahala dan ganjaran di akhirat untuk diri sendiri sahaja. Menunaikan fardu kifayah bukan sahaja memberi pahala kepada orang yang menunaikannya tetapi juga membebaskan anggota masyarakat Islam yang lain daripada dosa. Oleh itu perlu ada dalam masyarakat Islam orang yang menunaikan fardu kifayah supaya mereka yang menunaikan fardu ain juga tidak menanggung dosa.

Segala-gala yang dilakukan oleh sesiapa dalam masyarakat Islam untuk kepentingan dan kesejahteraan hidup masyarakat Islam sebenarnya menunaikan fardu kifayah. Demikian mereka yang berperang mempertahankan umat Islam, agama Islam dan negara Islam adalah menunaikan fardu kifayah. Demikian mereka yang berperang mempertahankan masyarakat tersebut daripada musuh-musuh Islam.

Oleh itu, jika tidak ada persediaan berperang oleh tiap seorang daripada masyarakat Islam, tetapi terdapat pasukan tentera yang ditugaskan untuk mempertahankan masyarakat Islam, maka anggota tentera sebenarnya menunaikan fardu kifayah.

Sebelum tentera dapat menunaikan fardu kifayah ini bermacam-macam lagi usaha perlu dilakukan untuk membiayai dan melengkapkan tentera ini. Untuk ini Kerajaan yang cekap dan berwibawa perlu diadakan, perniagaan dan perindustrian yang maju yang dapat menyumbang kepada khazanah negara turut diperlukan, berbagai-bagai jenis kepakaran yang penting tidak boleh diabaikan. Semua ini menyumbang kepada kesejahteraan hidup dan keselamatan umat Islam dan menjadi sebahagian daripada fardu kifayah. Semua yang terlibat dalam usaha ini sebenarnya menunaikan fardu kifayah dan berjihad di jalan Allah seperti Saidina Othman Ibn. Affan berjihad dengan menyumbang hartanya.

Jika berlaku peperangan di antara orang Islam dengan musuh Islam tentulah ada mereka yang terkorban dan mati syahid. Tetapi mereka yang tidak gugur pun berjihad juga dan dijanjikan syurga oleh Allah Subhanahu wa Taala.

Sebaliknya jika tidak ada apa-apa persiapan, jika tidak ada tentera yang terlatih yang dilengkapkan dengan segala alatan yang perlu maka dengan kerana itu orang Islam terkorban, seluruh masyarakat Islam yang terlibat akan menanggung dosa, termasuk mereka yang tidak lupa menunaikan fardu ain.

Peluang untuk berjihad tidak hanya terdapat semasa perang atau melalui peperangan. Orang Islam boleh berjihad sepanjang masa dengan menentukan masyarakat Islam dan negara Islam aman, makmur, berkebolehan dalam semua bidang yang boleh menyumbang kepada keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Islam, dan dapat menggerunkan musuh, bahkan menewas segala serangan oleh mereka. Sebaliknya mereka yang memecah-belah dan melemahkan negara Islam dan orang Islam bukan sahaja tidak berjihad di jalan Allah tetapi mereka mengkhianat perjuangan Islam dan mereka menanggung dosa kerana membelakangkan fardu kifayah. Tidak ada syurga bagi mereka ini kerana pengkhianatan terhadap agama Islam dikutuk oleh Allah Subhanahu wa Taala.

Oleh: Dr. Hamdi Irfan

Written by Admin
Category: Peradaban
Hits: 383

Bacaan Popular


Baca topik

Terkini


TEMPAT NYAMAN TAMAN BACAAN MASA DEPAN ANDA-JOM KITA MENULIS!!! dhomir.com ingin mengajak dan memberi ruang kepada para penulis khususnya penulisan yang berkaitan dgn agama Islam secara mendalam dan sistematik.Jika anda ingin mencurahkan isi hati mahupun pandangan secara peribadi dhomir.com adalah tempat yang paling sesuai utk melontarkan idea. Dengan platform yang sederhana, siapa sahaja boleh menulis, memberi respon berkaitan isu-isu semasa dan berinteraksi secara mudah.Anda boleh terus menghantar sebarang artikel kepada alamat email:dhomir2021@gmail.com.Sebarang pertanyaan berkaitan perkara diatas boleh di hubungi no tel-019-3222177-Editor dhomir. com