PEMIMPIN YANG MENEBUS KESALAHAN DIRINYA
Seorang pemimpin adalah teladan bagi orang yang dipimpinnya. Itulah sebabnya, idealnya seorang pemimpin tidak melakukan kesalahan. Kendati demikian, bila nyatanya kesalahan itu tetap juga dilakukan, ia pun siap mempertanggungjawabkannya, termasuk menjalani hukuman, sekecil apapun kesalahan itu.
Rasulullah saw telah mencontohkan kepada kita, bagaimana beliau tidak hanya mau mengakui kesalahan dan meminta maaf, melainkan juga siap dituntut balas oleh sahabatnya. Dalam suatu kesempatan, Rasulullah saw mengumpulkan para sahabat. Beliau berkata, "Aku ini manusia biasa yang mungkin saja melakukan kesalahan, namun aku tidak menyadarinya. Bila kalian merasa dizalimi olehku, aku meminta maaf. Akan tetapi, bila kalian merasa perlu membalasnya, aku siap dituntut balas."
Para sahabat merasa tidak ada kesalahan Nabi yang bersifat prinsip kepada mereka. Namun, tiba-tiba saja sahabat Ukasyah mengemukakan bahwa ia pernah tersikut oleh Nabi yang menyebabkannya merasakan sakit. Rasulullah meminta maaf kepadanya dan mempersilahkan untuk menuntut balas.
Mendengar hal itu, para sahabat menunjukkan wajah mereka yang tidak suka kepada Ukasyah. Kendati demikian, Rasulullah tetap mempersilahkan Ukasyah untuk berbicara. Ketika sudah berdiri, Ukasyah mengatakan, "Ya Rasulullah, saat tersikut aku dalam keadaan tidak pakai baju. Maka, biar supaya adil dalam menerima balasan, mestinya engkau juga membuka baju."
Pernyataan itu tentu membuat para sahabat semakin tidak suka kepada Ukasyah. Adapun Rasulullah sendiri, sesuai dengan permintaan Ukasyah, lalu melepas kancing bajunya satu demi satu sehingga ia pun bertelanjang dada. Ukasyah segera menuntut balas karena memang ia dan Rasulullah sudah saling berhadapan. Ternyata, hal ini membuat Ukasyah menjadi semakin kagum kepada Rasulullah sebagai seorang pemimpin. Karenanya, ia tidak memukul Nabi, melainkan justru memeluk Nabi sebagai tanda cinta dan hormat kepada beliau sebagai pemimpin yang mengagumkan.
Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi para sahabat, termasuk Umar bin Khattab. Ketika menjadi khalifah, ia merupakan pemimpin yang siap menebus kesalahan dirinya. Hal ini dibuktikan ketika pada suatu hari sewaktu ja berjalan di pasar sambil membawa susu, tiba-tiba ia menyenggol seseorang dan susunya tumpah mengenai baju orang itu. la pun mengatakan, "Lapangkanlah jalannya,
Setahun kemudian, Khalifah Umar bertemu dengan orang itu lagi dan diajaknya ke rumah pribadinya. Ternyata, orang itu diberinya uang enam ratus dirham dan dikatakan kepadanya, "Gunakanlah uang ini untuk bekal perjalanan hajimu. Ketahuilah, bahwa uang ini merupakan pengganti dari kesalahanku karena telah menyenggolmu."
Orang itu mengatakan, "Wahai Amirul Mukminin, aku sudah melupakan hal itu."
"Tetapi, aku masih mengingatnya," jawab Umar.
Apa yang telah dilakukan oleh Khalifah Umar tersebut diteruskan oleh Khalifah berikutnya, yakni Usman bin Affan. Suatu ketika, Khalifah Usman berbicara kepada pembantunya, "Aku pernah memulas telingamu, maka sekarang balaslah aku dengan memulas telingaku juga."
Alhasil, Khalifah Usman pun dipulas oleh pembantunya itu. Bahkan, ia berkata, "Buatlah dengan kuat, ini hanyalah balasan di dunia."
Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah:
1. Meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan seorang pemimpin membuat sang pemimpin diakui keagungan pribadinya.
2. Masyarakat dan bangsa akan meraih kebahagiaan dan kesejahteraan manakala ada penegakan hukum, meskipun terkait dengan diri sang pemimpin.
Oleh: Drs. H. Ahmad Yani