PEMIMPIN YANG TIDAK INGIN ISTIMEWAKAN
Bagi Khalifah Umar bin Khattab, jabatan adalah tanggungjawab kelak akan dimintai yang tanggungjawapan, baik di dunia maupun di akhirat. Karenanya, ia merasa menjadi pemimpin bukanlah sesuatu yang istimewa sehingga harus menuntut perlakuan yang istimewa pula, termasuk dalam masalah hukum.
Dalam salah satu pidatonya, Khalifah Umar menyatakan: "Aku tidak punya hak lebih besar atas wangmu, yakni kewangan negara daripada hak wali atas anak yatim atas kekayaannya. Jika aku kaya, aku tidak akan mengambil apapun. Jika aku perlu, aku akan mengambil untuk keperluan hidup menurut pemakaian. Kalian mempunyai banyak hak atasku, yang seharusnya kalian tuntut dariku.
Salah satu dari hak-hak itu adalah bahwa aku tidak seharusnya mengumpulkan hasil pendapatan dan barang rampasan perang secara tidak sah. Yang kedua adalah bahwa hasil pendapatan dan barang rampasan perang yang menjadi milikku tidak seharusnya digunakan secara tidak sah. Adapun yang lainnya adalah bahwa aku seharusnya meningkatkan gajimu dan melindungi perbatasan, dan bahwa aku tidak seharusnya melontarkanmu ke dalam bahaya yang tidak perlu."
Dengan prinsip persamaan dengan rakyatnya, maka siapa saja bebas menyampaikan pendapat kepada khalifah Umar. Suatu ketika, seorang lelaki mengulang-ulang lagi apa yang sudah dikatakannya kepada Umar, "Hai Umar, takutlah kepada Allah."
Diantara orang yang hadir kemudian memarahinya karena hal itu sudah berkali-kali dikatakannya dalam berbagai kesempatan. Mendengar hal itu, Khalifah Umar justru mengatakan, "Biarkan dia mengatakannya. Kalau orang-orang ini tidak menegurku sedemikian, mereka tidak akan berguna. Sementara, jika aku tidak mendengarkan, aku akan keliru."
Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah:
1. Rasa tanggungjawab yang besar sebagai pemimpin dan tidak merasa harus diistimewakan oleh rakyat yang dipimpinnya membuat kesempatan menjadi khalifah telah ditunjukkan oleh Khalifah Umar untuk memberikan keteladanan yang cemerlang bagi para pemimpin sepanjang zaman.
2. Amat disayangkan bila ada pemimpin yang merasa jabatan sebagai sesuatu yang istimewa sehingga membuatnya harus diistimewakan dengan berbagai fasiliti dan perlakuan hukum.
Oleh: Drs. H. Ahmad Yani